Kerangka Kluckhohn Mengenai 5 Masalah Besar Dalam Hidup yang Menentukan Orientasi Nilai Budaya Manusia
Kerangka Kluckhohn Mengenai 5 Masalah Besar
Dalam Hidup yang Menentukan Orientasi Nilai Budaya Manusia.
Nama : Elvira Julia
NIM : 19310410075
Artikel ini dibuat untu memenuhi Tugas Ilmu Budaya Dasar
Prodi Psikologi
Universitas
Proklamasi 45 Yogyakarta.
Dosen Pengampu Amin Nurohmah, S.Pd., M.Sc
Theodorson
dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang abstrak,
yang menjadikan pedoman serta prinsipprinsip umum dalam bertindak dan
bertingkah laku. Keterkaitan orang atau kelompok terhadap nilai menurut
Theodorson relatif sangat kuat bahkan bersifat emosional. Oleh sebab itu, nilai
dapat dilihat sebagai tujuan kehidupan itu sendiri. Sedangkan yang dimaksud
nilai budaya menurut Koenjaraningrat (1986:90-94) adalah nilai budaya terdiri
dari konsepsikonsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga
masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang
ada dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh
karena itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang mampengaruhinya dalam
menentukan alternatif, cara-cara, alat-alat, dan tujuan-tujuan yang tersedia
Kluckhohn
dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai budaya merupakan sebuah konsep
dengan ruang lingkup luas yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga
suatu masyarakat, mengenai itu satu sama lain saling berkaitan dan merupakan
sebuah sistem nilai-nilai budaya. Secara fungsional sistem nilai ini mendorong
individu untuk berperilaku seperti apa yang ditentukan. Mereka percaya, bahwa
hanya dengan berperilaku seperti itu mereka akan berhasil (Kahl, dalam pelly,
1994). Sistem nilai itu menjadi pedoman yang melekat serta erat emosional pada
diri seseorang atau sekumpulan orang, malah merupakan tujuan hidup yang
diperjuangkan. Oleh karena itu, merubah sistem nilai manusia tidaklah mudah,
dibutuhkan waktu. Sebab nilai-nilai tersebut merupakan wujud ideal dari
lingkungan sosialnya. Dapat pula dikatakan bahwa sistem nilai budaya suatu
masyarakat merupakan wujud konsepsional dari kebudayaan mereka, yang
seolah-olah berada di luar dan di atas para individu warga masyarakat itu.
Suatu
nilai apabila sudah membudaya di dalam diri seseorang maka nilai itu akan
dijadikan sebagai pedoman atau petunjuk di dalam bertingkah laku. Nilai itu
merupakan pendorong bagi seseorang dalam mencapai tujuan tertentu. Nilai budaya
adalah suatu bentuk konsepsi umum yang dijadikan pedoman dan petunjuk di dalam
bertingkah laku baik secara individual, kelompok atau masyarakat secara
keseluruhan tentang baik buruk, salah atau tidak salah, patut atau tidak patut. Kluckhohn mengungkapkan bahwa sistem
nilai budaya dalam suatu kebudayaan sesungguhnya menyangkut masalah-masalah
dasar dalam hidup yang menentukan orientasi nilai budaya manusia. Ada lima maslaah pokok dalam kehidupan
manusia yang mengkristal sebagai sistem nilai budaya pada semua kebudayaan
didunia. Kelima masalah pokok itu adalah:
1. Masalah
mengenai hakikat dari hidup manusia (MH);
2. Masalah
mengenai hakikat dari karya manusia (MK);
3. Masalah
mengenai hakikat dari kedudukan dalam ruang waktu (MW);
4. Masalah
mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya (MA);
5. Masalah
mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya (MM).
Masalah pertama (MH), ada sekelompok masyarakat yang memandang bahwa hidup manusia didunia itu pada hakikatnya adalah sesuatu yang buruk, suatu penderitaan (misalnya dalam agama budha), sehingga manusia harus melakukan tindakan yang baik untuk melebur penderitaan itu. Dalam agama hindu, bila manusia yang tidak mampu melebur dengan perbuatan yang baik, manusia akan mengalami reinkarnasi pada derajat yang lebih rendah. Sebaliknya, bila manusia dapat melakukan tindakan yang baik untuk melebur penderitaannya itu, ia akan diangkat menjadi makhluk yang lebih tinggi tingkatannya atau terangkat ke Nirvana. Kematian bagi manusia yang telah melakukan perbuatannya yang baik bahwa ia telah mampu memadamkan hidup untuk menuju kebahagiaan dan menuju kebahagiaan dan menjauhkan segala kelakuan yang hanya akan mengkekalkan rangkaian reinkarnasi. Ada juga yang menganggap bahwa hidup itu buruk, tetapi manusia harus berikhtiar agar hidup itu menjadi lebih baik. Ada anggapan lain yang mengatakan bahwa hidup didunia ini baik adanya. Manusia berkewajiban mengisi hidup ini dengan sebaik-baiknya yang kelak akan mendatangkan pahala di akhirat.
Mengenai masalah kedua (MK), ada budaya yang memandang bahwa dengan berkarya manusia pada hakikatnya akan mendapatkan sarana untuk memungkinkan ia hidup bahagia di akhirat kelak, sehingga mereka memandang karya manusia sebagai suatu gerak hidup yang harus menghasilkan lebih banyak karya lagi. Budaya lain menganggap bahwa mereka berkarya untuk mendapatkan kedudukan yang penuh kehormatan di dalam masyarakat. Sedangkan budaya yang lain lagi beranggapan bahwa prang berkarya atau bekerja itu sekedar untuk menyambung hidup secara rukun dan damai, sebab kehidupan yang sesungguhnya yang bersifat kekal ada di akhirat.
Tentang masalah ketiga (MW) ada budaya menganggap penting kehidupan di masa lampau. Dalam budaya ini orang akan suka menggunakan pedoman-pediman yang dihasilkan orang pada zaman dahulu untuk berpikir dan bertindak. Orang tersebut aan mengagumi dan menghormati karya-karya kuno. Sebaliknya, ada budaya yang memiliki orientasi waktu pada peristiwa-peristiwa yang akan datang, sehingga perencanaan hidup baginya amat penting.
Pada masalah keempat (MA), ada budaya yang menganggap bahwa alam yang bekerja secara dahsyat itu merupakan ungkapan kebijakan dari alam jagat raya (alam adikodrat) yang ada kalanya mengancam hidup manusia. Mereka tidak berdaya, tidak mampu menawar ungkapan alam jagat raya itu sehingga mereka bersikap menyerah pada alam. Sebaliknya, ada budaya yang menganggap bahwa alam bisa ditaklukan untuk mengisi karya dan hidup di dunia, sedangkan budaya lain menganggap perlunya manusia mencari keselarasan dengan alam.
Mengenai masalah kelima (MM), ada yang menganggap pentingnya manusia menjalin hubungan yang baik dengan sesamanya, sehingga mereka akan mengutamakan hidup rukun dan saling menolong. Sebaliknya, ada budaya lain yang menganggap pentingnya suatu prinsip hidup yang mandiri yang cenderung bersifat individual.
Daftar Pustaka
Koentjaraningrat. 1986.
Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta, Jakarta.
Made Suwendri, 2018. Orientasi Nilai
Budaya Petani Rumput Laut Dalam Pembangunan Di Desa Ped Kecamatan Nusa Penida. Jurnsl Bahasa Dan Budaya Vol.
2, No. 1, Januari.
Pelly, Usman. 1994.
Teori-Teori Ilmu Sosial Budaya. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Penyusun, Tim. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa, Jakarta.
Comments
Post a Comment